Selasa, 18 Oktober 2016

Teori-Teori Tentang Pemerolehan Bahasa


Pertama 1. Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan.


Bahasa adalah bagian fundamental dari keseluruhan perilaku manusia, dan para psikolog behavioristik menelitinya dalam kerangka itu dan berusaha merumuskan teori-teori konsisten tentang pemerolehan bahasa pertama. Kemampuan setiap penutur terhadap B1 (Bahasa Pertama) dan B2 (Bahasa Kedua) sangat bervariasi. Pendekatan behavioristik terfokus pada aspek-aspek yang dapat ditangkap langsung dari perilaku linguistik dan berbagai hubungan atau kaitan antara respon-respon itu dan peristiwa-peristiwa di dunia sekeliling mereka. Jika sebuah respon tertentu dirangsang berulang-ulang, maka bisa menjadi sebuah kebiasaan, atau terkondisikan. Maka, akan semakin terbiasa si anak tersebut sehingga dalam mempelajari bahasa Indonesia akan terkondisikan secara sendirinya.

2. Teori Nativisme

Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik). Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (Language Acquisition Device, disingkat LAD) dan mempunyai empat ciri utama, yaitu (1) kemampuan untuk membedakan bunyi-bunyi yang lain; (2) kemampuan mengorganisasikan peristiwa-peristiwa linguistik ke dalam berbagai kelas; (3) pengetahuan mengenal jenis sistem linguistik tertentu sajalah yang mungkin mengungkapkan hal itu, sedangkan yang lain-lainnya tidak; (4) kemampuan memanfaatkan secara konstan evaluasi untuk membangun sistem yang mungkin paling sederhana dari data yang ditemukan. Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa. Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.

Teori Kognitivisme

Menurut teori ini, bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan perkembangan bahasa. Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah.


Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.

Teori Interaksionisme

Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar.

Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis. Teori sistem semantik yang menyangkut pemerolehan pada ciri-ciri individual anak secara semesta dan teori konseptual yang menyatakan bahwa ucapan-ucapan yang dihasilkan anak-anak sebagian didesak oleh berbagai hal yang mereka pikirkan mengenai hal itu.


5. Teori fungsional.

Teori terakhir ini menekankan bahwa kaidah-kaidah yang ditawarkan oleh kaum nativis adalah abstrak, formal, eksplisit, dan sangat logis, tetapi baru bersentuhan dengan bentuk-bentuk bahasa dan tidak menghiraukan makna. Makna di sini merupakan tataran fungsional yang lebih mendalam yang terbangun dari interaksi sosial. Dalam hal ini, pendekatan ini lebih mengutamakan bahwa bahasa tersebut haruslah dikaitkan dengan konteks sosial yang bersifat pragmatis yang penuh dengan bentuk-bentuk.




0 komentar:

Posting Komentar